Chapter 3
Kehidupan SMA Dimulai
Apa yang terjadi di kamar mandi tadi malam tidak
bisa keluar dari kepalaku, dan aku tidak bisa tidur semalaman
Kepalaku tidak akan melupakan Yuki dengan pakaian
dalamnya, merah membara saat dia mengusap punggungku. Itu juga tidak membantu
meskipun dia tidur di kamar sebelah kamarku. Hal-hal ini membuat hatiku
berdegup kencang.
Baru kemarin aku benar-benar mengerti dia tidak
berbohong tentang membalasku, dan bahwa dia akan memanjakanku. Piring
dibersihkan, dan bak mandi dicuci bersih setelah kami selesai mandi.
Tadi pagi juga terjadi. Yuki membangunkanku untuk
menyiapkan sarapan dan kotak makan siang. Pakaian yang aku kenakan kemarin juga
sudah dicuci, dilipat dengan hati-hati, dan tumpukan sampah yang ada di dapur
kemarin juga hilang.
Cara Yuki merawatku sekaligus menjaga dirinya sendiri
membuatku terkesan. Aku sangat senang bisa pergi bersamanya ke sekolah lagi.
Dia bilang padaku kalau dia juga akan mengajariku
apa yang tidak aku mengerti di kelas. Saat istirahat, dia akan duduk di
sampingku dan kami makan siang bersama dan hampir menempel satu sama lain.
Selanjutnya, ketika sekolah akan berakhir, kami akan berjalan pulang bersama.
Kami kemudian berjalan ke sekolah, bahu kami hampir
bersentuhan. Yuki dalam seragam sekolahnya, hanya berjalan di sampingku, lebih
mempesona daripada matahari terbit.
“Ini terasa seperti mimpi… Aku tidak hanya berbicara
tentang bertemu kembali denganmu, tapi juga tinggal bersamamu, Yuki.”
“Itu juga sama denganku. Rasanya seperti aku bisa bangun
kapan saja dan takut kalau ini semua hanya mimpi, Haru-kun,”
Dia tersenyum hangat saat dia membakar hatiku dengan
semangatnya.
“Tolong tetap bersama denganku di sekolah. Kalau
kamu punya pertanyaan, jangan ragu untuk bertanya padaku. Aku akan menjawab
mata pelajaran apa pun yang kamu tanyakan.”
“Tentu saja. Itu selalu sama, bahkan ketika kita
masih SD. Aku selalu buruk dalam belajar, jadi meskipun sudah berusaha keras
selama tiga tahun, aku hampir tidak lolos di sekolah ini.”
Saat kami berjalan, kami mencapai jalan yang
ditumbuhi pepohonan yang membentang ke gerbang sekolah, bunga sakura mekar
dengan indah di sekitar kami.
Sekolah selalu ribut di pagi hari. Di luar gerbang,
para senior berkumpul untuk merekrut siswa baru ke dalam klub mereka, para
siswa baru mendekat dengan rasa ingin tahu, memutuskan apakah mereka akan
bergabung atau tidak.
Aku berdiri diam melihat pemandangan itu. Memulai
kehidupan SMA jujur membuatku takut, dan bahkan di hari pertama masuk
sekolah, aku bahkan gugup ketika menginjakkan kaki di depan gerbang sekolah.
Kecemasan apakah aku bisa bergaul dengan teman sekelas baruku, dan apakah aku
bisa berhasil dalam masa belajarku disini membayangiku seperti bayangan di
setiap waktunya.
Yuki, bagaimanapun, adalah cahaya terang yang
menyinariku, menghilangkan setiap kekhawatiran, setiap kesuraman, setiap
bayangan yang mencengkeramku. Kami berhenti di gerbang, dan dia mengulurkan
tangannya ke arahku, tersenyum lembut, dan menatap mataku.
“Ikutlah denganku, Haru-kun,” seolah-olah
kata-katanya mendorongku melewati batas keraguan.
Dia menarik tanganku dan kami bergerak maju.
"Ya, ayo pergi," jawabku.
Dengan Yuki di sisiku, setiap keraguan yang
menghadang menghilang.
Kami melangkah melewati gerbang, bergandengan
tangan.
*
Tanpa perbannya, Yuki adalah gadis paling populer di
sekolah.
Saat jam istirahat tiba, banyak teman sekelas
berkumpul di sekelilingnya, dan dia bahkan mendapat pengunjung dari kelas lain,
semua ingin berteman dengannya dengan cara apa pun.
Karena pidatonya di upacara penerimaan, kehadiran
Yuki menjadi dikenal di seluruh sekolah. Dia begitu cantik dan memancarkan
pesona, sehingga orang-orang hampir mengira dia adalah malaikat. Suaranya yang
indah, jernih seperti hari yang tak berawan, dan kehandalan yang terpancar
ketika menjalankan posisi kepemimpinan, semua mencengkeram para siswa. Sebagian
besar terpesona oleh pesonanya.
Dia menjawab dengan sopan kepada setiap siswa yang
mendekat. Dengan semua pesonanya digabungkan, dia menjadi seperti idola
sekolah.
Fakta dia kembali dari negara lain ke Jepang juga
menarik perhatian. Selama tiga tahun dia menghabiskan waktu di luar negeri, dia
menjadi fasih berbahasa Inggris, dan pengucapannya begitu jelas dan tajam, yang
lain menyaksikannya dengan kagum.
Aku tersenyum saat melihat banyak orang berkumpul di
sekelilingnya. Kembali di sekolah dasar, Yuki dan aku berbicara banyak, tetapi
tidak ada orang lain yang pernah bergabung dengan kami. Mungkin itu karena
mereka semua merasa jijik dengan perbannya.
Menonton adegan yang sama hari demi hari, aku merasa
senang seolah-olah aku adalah Yuki itu sendiri. Mengetahui dia membuat begitu
banyak teman menghangatkan hatiku.
“Shirahato-san sangat populer, bukankah begitu,
Hinakura-kun?”
Aku duduk di kursiku sekali lagi hari ini,
memperhatikan Yuki dengan tenang saat gadis di sebelahku memanggil. Namanya
Akina Kokuhou.
Rambut hitam panjangnya yang berkilau ditata dengan
kepang yang halus, dan dia menatapku dengan mata merahnya, bersembunyi di balik
lensa tebal kacamata berbingkai hitamnya. Karena itu, wajahnya tidak begitu
jelas.
Kesan pertamaku padanya adalah gadis yang polos dan
pendiam, dan meskipun aku teman duduknya, aku belum pernah berbicara dengannya
sebelumnya. Karena itu, ketika dia berbicara kepadaku entah dari mana, aku
bingung.
“Ah, kurasa begitu… Jadi, bagaimana?”
“Kurasa dialah yang mereka maksud ketika mereka
mengatakan tuhan memberi beberapa orang kelebihan dari yang lain. Selain
Shirahato, aku tertarik padamu, Hinakura-kun.”
“Kau tertarik padaku, katamu? … Apakah itu bagus?”
“Aku tidak keberatan jika kamu menafsirkannya
seperti itu, tapi alasan utama aku tertarik padamu adalah karena kamu dan
Shirahato-san sangat akrab. Itulah yang membuatku penasaran.”
"Bagaimana kamu tahu Yuki dan aku dekat?"
“Aku bisa mengetahuinya hanya dengan melihat
rutinitas harian kalian. Kalian pergi dan pulang sekolah bersama, saat
istirahat kalian berdua pergi ke suatu tempat bersama, dll… Aku melihat hal-hal
ini berkali-kali.”
“Yah, Yuki dan aku tumbuh bersama. Kami sudah saling
kenal sejak sekolah dasar.”
“Aku ingat bahwa Shirahato-san adalah orang yang
baru kembali dari luar negeri, meskipun…”
“Dia pergi ke luar negeri tepat setelah kami lulus
dari sekolah dasar. Aku terkejut dia kembali dengan bahasa Inggrisnya yang
sangat fasih.”
“Aku tidak tahu itu. Yah, kurasa semuanya masuk akal
karena kalian berdua sudah saling kenal sejak sekolah dasar.”
Tatapan Akina beralih ke Yuki dan banyak teman
sekelas yang berkumpul di sekitarnya. Meskipun itu adalah istirahat singkat di
antara kelas, mereka semua berkerumun di sekelilingnya. Kami bisa melihat
senyum rapi di wajahnya di antara celah-celah kerumunan.
"Apa kamu juga tertarik pada Yuki?"
"Tentu saja. Dia gadis termanis yang pernah
kutemui. Suatu hari, aku menjatuhkan sesuatu di lorong, dan Shirahato-san, yang
berjalan tepat di belakangku, mengambilnya. Ketika dia menyerahkannya kepadaku,
dia membuat senyum terhangat yang pernah kulihat, dan itu membuat hatiku
sedikit berdebar, meskipun kami berdua perempuan.”
“Dia membuat hatimu berdebar, hmm…”
“Aku ingin menjadi bagian dari lingkarannya dan
berteman dengannya, tetapi berada di sudut kelas, seperti ini, lebih merupakan
gayaku. Aku tidak punya teman baru sejak aku masuk SMA… Ada seorang gadis yang
sudah lama kukenal, tapi dia berakhir di kelas yang berbeda dariku, jadi aku
sangat kesepian.”
“Kamu suka berada di sudut dan kamu tidak punya banyak
teman, ya… Kamu dan aku sangat mirip, kan?”
“Ya… Kau tahu, saat aku melihatmu, kupikir kita akan
cocok, dan ternyata memang begitu. Aku belum pernah berbicara denganmu
sebelumnya, tapi aku mengumpulkan sedikit keberanian untuk mencobanya hari
ini.”
“Aku sebenarnya terkejut kamu berbicara dengan fasih
seperti ini, sungguh… Kamu telah duduk di sebelahku sepanjang waktu, dan selalu
menontonku, ya…”
"Ya. Aku telah berpikir untuk berteman dengan
para introvert di kelas ini, yang sama sepertiku. Dan jika memungkinkan, aku
berencana berteman dengan Shirahato-san melaluimu…”
“Berteman dengannya melaluiku? Yah, kupikir kamu
akan rukun dengannya kalau kamu berbicara dengannya secara normal.”
“Kalian sudah saling kenal sejak sebelum SMA, jadi mudah untuk mengatakannya. Shirahato-san tampaknya hidup di dunia yang berbeda dari duniaku, jadi sulit untuk memulai sesuatu ketika kamu seorang introvert sepertiku…”
Yah, aku tidak tahu kalau itu adalah Yuki yang aku
kenal ketika dia melakukan pidato saat upacara penerimaan, jadi ketika aku
melihatnya, aku merasa seperti aku bahkan tidak bisa mendekatinya sedikitpun.
Sepertinya dia hidup di dimensi yang sama sekali berbeda, dan keberadaannya
sendiri sangat berharga. Karena Akina dan aku sangat mirip, masuk akal jika dia
merasa sulit untuk berbicara dengannya.
"Yah, kita adalah teman duduk, jadi mari kita
berteman, Hinakura-kun."
“Ya, tentu saja. Senang bertemu denganmu juga,
Akina.”
Saat aku berbicara dengan Akina dan menatap Yuki,
lonceng berbunyi untuk mengumumkan dimulainya kelas. Para siswa yang berkerumun
di sekelilingnya semua bergegas kembali ke tempat asalnya, dan guru berdiri di
depan papan tulis.
Yuki, yang duduk jauh dariku, memperhatikan
tatapanku. Dia tersenyum hangat dan melambai padaku. Tentu, itu hal kecil, tapi
itu membuatku sangat bahagia.
Lanjut min
BalasHapus