Date A Live Encore 3 - Spirit Merry Christmas

 Spirit Merry Christmas


Mata adalah jendela jiwa… seperti pepatah ini, ada kekuatan yang terlihat, atau secara spesifik, sebuah tatapan.

Mata manusia hanyalah sebuah organ yang dikendalikan oleh otot-otot wajah. Padahal sejak awal kemanusiaan, banyak yang mengira mata memiliki kekuatan luar biasa.

Namun, kekuatan di dalam mata bukanlah kekuatan fisik. Ini memberi sedikit perasaan kesemutan saat seseorang sedang ditatap. Perasaan ini, mungkin, merupakan bentuk puitis untuk mendeteksi pikiran dan pikiran seseorang ingin memahami apa yang ingin mereka katakan.

Tapi…

“…”

Kekuatan yang Itsuka Shidou rasakan saat ini begitu kuat sehingga dia mulai bertanya-tanya apakah bisa seseorang menembakkan sinar di belakang kepalanya.

Waktu menunjukkan pukul 18:30, Shidou berdiri di dapur seperti biasa dan akan menyiapkan makan malam, tapi tatapannya mulai tak tertahankan baginya.

Saat keringat membasahi wajah Shidou, dia melirik punggungnya. 6 pasang mata balas menatapnya.

Dari kanan, Tohka, Yoshino, Natsumi, Miku, Kaguya dan Yuzuru. Beberapa ada yang duduk di atas sofa, sementara yang lain berpose seperti mereka akan menerkamnya, tapi semuanya menatap Shidou. Seolah-olah mereka adalah pelari yang menunggu sinyal awal, atau pemangsa menunggu mangsanya menunjukkan kelemahan.

“… Um…”

Shidou membuat keributan, tidak tahan lagi dengan ketegangan canggung ini.

“Mungkin sudah waktunya merapikan meja di sana…”

Pada saat itu—

“‼ Umu! Serahkan padaku!"

“Tidak mungkin, ini hanya tanggung jawab milikku!”

"Penolakan. Tidak perlu mengotori tangan Kaguya. Yuzuru akan bekerja sebagai gantinya."

“Tidak, tidak, biarkan aku yang melakukannya‼”

“U-um… aku juga…”

“Ayo biarkan Natsumi membantu juga

“B-Bukannya aku ingin…”

Untuk beberapa alasan semua orang segera mengangkat tangan. Kemudian, seperti yang diharapkan dari anak-anak badai, para Yamai dengan cepat memulai dan bisa mendapatkan kain terlebih dahulu. Namun, setelah itu mereka harus melawan yang lainnya yang ingin juga membersihkan meja. Karena menjadi orang yang satu langkah lebih lambat, Tohka memegang erat tinjunya dengan ekspresi penyesalan saat dia membuat suara "Kuu ...".

“Shidou! Apa ada hal lain yang bisa kubantu!? Aku akan lakukan apapun!"

“Um… Kamu, uh… Kurasa kamu bisa membantuku menyiapkan makanan ke meja…?”

"Siapp!"

Mata Tohka berbinar saat Shidou menjawab, lalu dia membawa piring makanan dari dapur dengan senang hati.

“Aann… Ini sangat tidak adil!”

Selanjutnya yang menyuarakan keluhannya adalah Miku. Dia berbicara seolah kesal karena pekerjaannya dicuri oleh Yamai bersaudara dan Tohka. Di sebelahnya adalah Yoshino dan Natsumi, yang juga tidak berhasil mendapatkan apapun untuk dilakukan.

“Apa tidak ada lagi yang bisa kami lakukan, Darling?”

“Bahkan jika kamu mengatakan itu, aku…”

Shidou mengerutkan alisnya dan menggaruk kepalanya. Namun, itu malah membentur telapak tangannya tangan sendiri, Miku sepertinya punya ide lain.

"Ah! Bagaimana dengan ini. Kami mendukung semua orang untuk bekerja lebih keras dengan menyanyikan sebuah lagu ! Yoshino-chan dan Natsumi-chan juga harus bergabung

“E… Eeeh !?”

“Hei… jangan mengatakan hal-hal seperti itu…!”

Mata Yoshino dan Natsumi membelalak mendengar sarannya, meskipun Miku tidak mempedulikan mereka. Tidak lama, dia menutup matanya dan mulai bernyanyi dengan suaranya yang indah.

“U-Umm…”

Mata Yoshino berputar dengan ragu-ragu, tapi dia merasa dia harus melakukan sesuatu untuk membantu Shidou. Sekarang dengan wajah memerah karena malu, dia tidak punya pilihan selain menyerah dan bergabung dengan Miku dalam lagunya.

“Hei—”

Natsumi yang terkejut tersedak oleh kata-katanya, saat dia segera menyadari bahwa dia adalah satu-satunya yang tidak membantu. Karena malu dan bersembunyi di belakang Yoshino, dia mulai bernyanyi juga, namun tidak ada yang bisa mendengar suaranya — dia hanya menggerakkan bibirnya. Apakah dia melakukannya dengan sengaja atau tidak, itu adalah pertanyaan lain.

Ini benar-benar pemandangan yang aneh dan indah, pikir Shidou sambil tersenyum pahit.

Meskipun tidak jarang Tohka dan yang lainnya secara sukarela membantu Shidou seperti ini, level antusiasme hari ini tidak biasa — Ini hampir seperti distopia di mana mereka yang tidak mau bekerja, akan dikirim ke semacam kamp konsentrasi.

Meskipun alasan mereka tidak sulit untuk dipahami — Para roh sepertinya hanya ingin menjadi "Gadis Baik".

“Bukankah itu… terlalu berlebihan…?”

Shidou bergumam saat mengingat kejadian kemarin.

 

*******

 

“Shi- Shidou! B-Beberapa… hal buruk… terjadi!”

20 Desember. Tohka, orang yang tiba-tiba masuk ke ruang tamu sambil berteriak, dan juga sepertinya dia kehabisan napas.

Mungkin karena dia sedang terburu-buru, tapi melihat rambutnya yang cantik itu menempel di wajahnya dengan keringat, dan matanya yang seperti kristal melayang dengan cemas, Shidou tidak bisa menahan untuk tidak melebarkan matanya karena kaget.

“A- Apa yang terjadi? Kenapa kamu begitu terburu-buru?"

Shidou bertanya saat Tohka mencoba mengatur napasnya.

"Datang!"

"…Datang? Apa yang akan datang?”

"Beberapa pria Santa‼"

"Hah…?"

Shidou menjulurkan lehernya ke samping saat Tohka mengatakan namanya secara tiba-tiba.

“Sinterklas… Seperti Sinterklas?”

“Umu, ya orang itu! Ai-Mai-Mii memberitahuku tentang itu, apa orang itu benar-benar akan datang!?”

“Um… yah, sesuatu seperti itu, kurasa?”

Tidak yakin bagaimana menjawabnya, Shidou menggaruk pipinya dan mengerutkan alisnya karena bingung.

“Sinterklas…?”

Mata berwarna biru menatap ke belakang dari sofa, sepertinya dia mendengar Tohka, Yoshino dan kelinci boneka di tangan kirinya memiringkan kepala mereka secara bersamaan.

Sepertinya Yoshino juga tidak mengenal Santa. Masuk akal. Mereka adalah Roh, itu wajar kalau mereka tidak mengetahui budaya dan adat istiadat dunia ini.

“Ah… Oke, kita mulai dari mana ya…”

“Fu… mengatakan hal-hal menarik tanpa diriku, Tohka?”

"Persetujuan. Izinkan kami bergabung dengan percakapan kalian.

Shidou mencoba menjelaskan konsep Natal hanya untuk mereka berdua, namun itu gagal karena ada yang menyela.

Menoleh ke sumber suara, ada dua wajah yang identik. Si kembar, yang meski punya wajah yang tidak bisa dibedakan, tetapi memiliki tubuh yang sangat berbeda, berdiri dengan pose keren yang misterius. Mereka Yamai bersaudara, Kaguya dan Yuzuru. Seperti Tohka dan Yoshino, mereka tinggal di rumah Roh di pintu sebelah.

“Umu, Kaguya dan Yuzuru harus mendengarkan juga. Kami mungkin membutuhkan kekuatanmu."

Semakin bingung dengan apa yang Tohka pikirkan, kepala Shidou memiringkan kepalanya, seolah terbebani oleh tanda tanya imajiner di atasnya.

Tapi bahkan sebelum Shidou sempat bertanya apa yang Tohka dengar dari teman sekolahnya, ada suara bersemangat dari Yamai dan Yoshino membuatnya kewalahan.

"Hah? Sesuatu yang dimana kalian membutuhkan bantuan kami, sepertinya itu masalah serius."

"Penerimaan. Serahkan pada Yamai.

“Jadi… Orang macam apa pria Santa itu?”

“Umu…”

Tohka mengangguk dengan ekspresi serius di wajahnya, dan melanjutkan,

“Semuanya, aku ingin perhatian kalian. Orang bernama Santa ini dikatakan datang pada tanggal 24 di bulan ini, mengunjungi anak-anak saat semuanya tidur di malam hari.”

“Huuhh…?”

Kaguya mengerutkan alisnya dan mencubit dagunya dari kata-kata Tohka.

“Laporan orang yang mencurigakan? Kedengarannya seperti orang yang berbahaya.

"Peringatan. Pria ini berani memberi tahu tanggal kedatangannya. Tolong jelaskan penampilannya secara detail."

“Umu… Jika aku tidak salah ingat, dia dikatakan sebagai orang tua dengan janggut putih panjang yang memakai mantel merah dan membawa tas besar."

“... Pakaian yang aneh.”

"Persetujuan. Aku tidak berpikir dia waras."

“Dan, dia terbang di langit dengan mengendarai kereta luncur yang dikendarai oleh rusa kutub.”

"Dia bisa terbang!?"

"Menakutkan. Benar-benar monster yang aneh. "

Mendengar para Yamai ketakutan saat mereka bisa terbang dengan bebas, Shidou hanya bisa tertawa sebagai tanggapan. Meskipun membuat Sinterklas menjadi orang aneh, mereka tidak sepenuhnya salah― Lagi pula, jika dia memilih semua elemen Sinterklas dan menganalisisnya satu persatu oleh orang seperti ini, mereka pasti curiga.

“Jadi, um… orang itu pergi ke anak-anak pada larut malam saat mereka sendirian, kan? Apa yang dia lakukan pada mereka?"

Yoshino bertanya dengan ekspresi khawatir. Dan kemudian, dengan ekspresi serius, Kaguya dan Yuzuru menjawab,

"Aku curiga tas besar yang dia bawa ada hubungannya dengan pertanyaanmu."

"Konfirmasi. Karena setiap orang tidur larut malam, hanya ada satu kemungkinan alasannya. Tas itu penuh dengan anak-anak yang diculik.”

“A-ap…”

"Mengerikan…"

Suara Tohka dan Yoshino mulai bergetar. Meskipun para Yamai menjaga wajah mereka tetap lurus dan sambil melanjutkan,

"Seperti yang diharapkan, itu monster."

"Persetujuan. Mengingat kemiripannya, nama 'Sinterklas', mungkin diambil dari kata 'Setan'. ”

“…”

Setelah Yuzuru membuat kesimpulan seperti itu, Shidou mulai berkeringat deras. Ngomong-ngomong, "Sinterklas" berasal dari kata "Saint", jadi apa yang Yuzuru katakan adalah kebalikan dari yang dimaksudkan. Bahkan Santo Nikolas yang agung akan menangis di kuburannya karena disalahartikan sebagai Setan.

Karena Shidou ingin terus mendengarkan percakapan yang menarik ini, itu malah kesalahpahaman yang parah disini. Jika ini terus berlanjut, apartemen para Roh mungkin akan dipasang dengan Peralatan Pertahanan Anti-Santa dalam waktu singkat, dan itu akan berbahaya bagi semua orang. Shidou tidak punya pilihan selain memperbaikinya.

“Mungkin kalian semua salah paham tentang dia ... Sinterklas bukan orang jahat, tahu?”

"Betulkah…?"

Tohka melirik Shidou, masih jelas tertekan oleh kesimpulan Yuzuru.

"Ya! Santa adalah pria tua periang yang membawakan hadiah untuk anak-anak."

“Hadiah?”

“Ya, hadiah. Jika kalian menggantungkan kaus kaki di sisi tempat tidurmu, akan ada hadiah di pagi hari di yang menunggu untukmu.”

“Muu… tapi… kenapa dia melakukan hal seperti itu? Apa dia tidak punya pekerjaan lain yang lebih baik?

“Mengapa dia melakukan itu… jika kamu bertanya padaku…”

Sebelum Shidou bisa memberikan jawaban yang masuk akal, Yuzuru memukul telapak tangannya seolah-olah dia mengerti sesuatu.

"Pemahaman. Yuzuru memahami identitas asli Sinterklas."

“Oh? Lalu apa itu, Yuzuru?”

"Penjelasan. Masalahnya sebenarnya sangat sederhana. Mengapa dia datang di tengah malam? Mengapa dia menargetkan anak-anak? Jawabannya sederhana… Ini adalah cerita yang dibuat oleh orang tua untuk memperingatkan anak-anak mereka untuk tidak begadang, 'Kamu masih belum tidur pada jam segini? Santa akan datang mencarimu 'Sesuatu seperti itu. "

“Ah, aku mengerti sekarang!”

“… Tidak, Ini juga tidak seperti itu…”

Masih belum bisa meyakinkan mereka untuk keluar dari pemikiran "Sinterklas adalah keberadaan yang menakutkan", Shidou membuka pikirannya untuk upaya lain agar bisa memperbaikinya—

Tidak sebelum disela lagi, kali ini, oleh Yoshino yang mengangkat tangannya yang goyah.

“Tapi… kenapa dia memberikan hadiah untuk anak-anak…”

“Itu benar, dan dengan kaus kaki juga? Apa gunanya melakukan itu?"

"Penjelasan. Pikirkan mengapa orang tua ingin anak mereka tidur lebih awal… jika kamu tahu alasannya, maka jawabannya jelas. "

“Mu… aku tidak mengerti, kenapa?”

Saat Tohka memiringkan kepalanya dengan kebingungan, Yuzuru mengangkat satu jari dan merendahkan suaranya.

"Dasar. Sederhana saja, kalau anak-anak masih terjaga di tengah malam, sulit untuk melakukan kegiatan malam di kamar tidur."

"…Uhuk uhuk!?"

Asumsi Yuzuru sangat salah, dan Shidou secara refleks batuk, meskipun Yuzuru tampaknya memerhatikan ekspresi Shidou. Dia tetap melanjutkan,

“Jadi, untuk menjaga anak-anak di tempat tidur lebih awal, orang tua mengarang keberadaan ini dengan nama Santa. Lalu apa yang disebut 'hadiah' kemungkinan besar hanya eufemisme untuk 'adik', dan kaus kaki semacam itu memiliki hadiah hanyalah metafora untuk ‘kehamilan’."

“O-Oh…”

“Um… Uh…”

“Muuu?”

Mengekspresikan persetujuan mereka dengan suara samar, pipi Kaguya dan Yoshino memerah.

Sementara itu, Tohka mengerutkan alisnya lagi, terlihat bingung.

“H-Hentikan! Hentikan!"

Ini di luar kendali, meskipun dengan cara yang berbeda. Penjelasan Yuzuru versi ini sama berbahayanya dengan yang sebelumnya. Shidou melambaikan tangannya dan berteriak meminta perhatian.

"Kebingungan. Ada apa, Shidou?

“Dengar, Sinterklas bukanlah seperti yang kamu pikirkan…”

Shidou berdehem dengan batuk, dan akhirnya mendapat kesempatan untuk menjelaskan konsep Santa Claus dan Christmas to the Spirits —Betapa menyenangkan merayakan Natal bersama teman-teman dan keluarga, dan betapa anak-anak di seluruh dunia menantikan kedatangan Santa.

Maka, para Spirit, yang pada awalnya ragu, mulai bersemangat. Menjelang akhir Shidou berbicara, pipi mereka sudah dibanjiri dengan warna merah jambu, dan mata mereka bersinar.

 "Wow! Kedengarannya sangat menyenangkan!

“Aku… menantikannya juga…”

“Kuku… Jadi itu dia. Semacam Saint, ya. ”

"Pertanyaan. Shidou, akankah Santa mendatangi kita juga?”

"Hah? Ya, itu…"

Pertanyaan Yuzuru juga menarik perhatian Tohka, Yoshino dan Kaguya. Semuanya menatap pada Shidou dengan mata teguh, menunggu jawabannya.

“Um…”

Mata seperti anak anjing itu… Shidou tidak bisa memaksa dirinya untuk mengatakannya, fakta kalau Santa tidak ada.

“Y… Ya, dia akan datang… Jika kalian semua bersikap dan menjadi gadis yang baik.”

Mendengar kata-kata itu, para Roh saling memandang—

“…”

Kemudian, seolah-olah mereka semua menyetujui sesuatu, mereka mengangguk dengan kuat.

 

*******

 

―Dan kembali ke momen ini. Shidou duduk di sofa dan mendesah.

Dia sudah selesai makan dan sekarang beristirahat di ruang tamu tapi… dengan tubuhnya yang rileks, pikirannya tidak akan tenang.

Di dapur ada Tohka dan Yoshino, salah satunya mencuci piring dan yang lainnya menyekanya sampai kering. Para Yamai bekerja sama untuk membersihkan kamar sementara Miku membuat Natsumi menemui jalan buntu dan mencoba untuk menjaga semangat semua orang. Natsumi berjuang, mencoba melepaskan diri dari genggaman Miku, tapi itu tidak berhasil.

Ini hampir seperti diperlakukan sebagai bangsawan. Kapanpun Shidou berdiri dan ingin melakukan sesuatu, seseorang akan bergegas ke sisinya dan berkata, “Serahkan padaku! Kamu harus istirahat.

Ngomong-ngomong, bahkan Miku, yang seharusnya tahu tentang Sinterklas, dan Natsumi, yang tahu banyak hal tentang dunia ini, tampaknya bermain-main dengan roh-roh lain dan juga membantu. Namun, entah itu dengan sepenuh hati menyaksikan sesuatu yang menarik terungkap atau sekadar kareka tekanan yang tidak diketahui.

Sementara Shidou memikirkan langkah selanjutnya, seorang gadis duduk di sofa di sebelahnya. Dia mengikat rambut panjangnya menjadi twintails dengan pita hitam; meski sudah makan malam belum lama ini, dia masih entah bagaimana memiliki nafsu makan pada lolipo Chupa-Chupsnya — Dia adalah adik perempuan Shidou, Kotori.

“Sepertinya kamu membuat kesalahan, Tuan Santa?”

“Gu…”

Ucapan mengejek Kotori segera membuat Shidou tersedak.

“Berpikirlah sebelum kamu berbicara, jangan mempersulit kami. Sekarang para roh sangat menantikan begitu banyak hadiah Natal sehingga tidak mungkin sekarang kamu memberi tahu mereka kalau Sinterklas itu tidak ada.”

“B-benar…”

Tenggorokan Shidou tiba-tiba menjadi kering, dia meraih teh hitamnya di atas meja. Cairan itu masuk cangkir saat dia mengambilnya.

Mungkin melihat Shidou dalam keadaan seperti itu memicu peralihan dalam pikiran Kotori, dia menghela nafas,

“Hm… kamu benar-benar putus asa. <Fraxinus> akan memberikan hadiah untukmu. Di jam 12 malam nanti, tolong letakkan di samping tempat tidur mereka."

“! A-Apa itu… benar-benar oke…? ”

"Tidak ada jalan lain. Kalau tidak ada hadiah yang menunggu mereka ketika mereka bangun, bukankah semua kondisi mental mereka akan benar-benar hancur? Apa kamu benar benar menginginkan Kota Tenngu berubah menjadi gurun?

“Maaf… aku berhutang budi padamu.”

Shidou menundukkan kepalanya meminta maaf. Kotori membuang muka dengan suara 'hmph'.

“… Yah, kredit yang jatuh tempo, kamu berhasil membuat mood para Spirit sedikit meningkat, jadi semuanya yang tersisa adalah 'perawatan'."

Dengan mendengus, Kotori berdiri dari sofa.

"Oke, sekarang cepat dan bersiaplah."

"Siap-siap…?"

"Ya. kamu tidak bisa begitu saja memberikan sesuatu kepada mereka sebagai hadiah, kan? Bahkan jika kita bisa beruntung dengan menebak apa yang mereka inginkan, masih lebih aman untuk melakukan penelitian sebelum bertindak."

“Ah, benar.”

Kotori tidak salah, kata “hadiah” mengandung kemungkinan yang tidak terbatas. Rasanya seperti Tohka dan orang lain akan senang menerima apa pun tetapi… jika memungkinkan, masih lebih baik untuk memastikan apa yang mereka benar-benar inginkan.

“Hei, semuanya ! Tolong kemari sebentar!”

Kotori bertepuk tangan saat dia memanggil semua orang ke ruang tamu.

“Mu? Ada apa, Kotori?

“Jadi, pada malam Natal, semua orang akan mendapatkan hadiah dari Sinterklas, kan?”

Mereka semua mengangguk.

“Jadi, bisakah kamu memberitahuku hadiah seperti apa yang kalian semua inginkan?”

“Mu…?”

Wajah Tohka menunjukkan keterkejutan saat Kotori bertanya.

“Kenapa kamu bertanya, Kotori? Bukankah Sinterklas seharusnya memberi kita hadiah yang kita inginkan?

“Eeeh? Umm…

Bermasalah, Kotori menggaruk pipinya, tapi menjawab,

“Yah, aku mendapat kontak Sinterklas melalui beberapa cara rahasia, jadi kamu bebas meminta apa pun yang kamu inginkan darinya."

“Muu… Tapi Shidou berkata Santa memiliki kekuatan luar biasa yang membuat dia tahu apa yang anak-anak mau… bukankah begitu?

“…”

Kotori menatap tajam ke arah Shidou. Shidou hanya bisa tersenyum menanggapi saat dia membuang muka dengan rasa malu. Yah, dia mungkin sedikit melebih-lebihkan atau mungkin tidak ketika dia menjelaskan tentang Santa.

Kotori menggaruk kepalanya, berpikir keras untuk terus menipu.

“Ah, yah, ini masalahnya. Kemampuan telepati Sinterklas semakin lemah semakin tua targetnya, itulah mengapa—"

“Muu, begitu. Ngomong-ngomong, berapa umurku ya?

“…”

Mendengar ucapan Tohka, Kotori terdiam.

Setelah beberapa detik, dia menghela nafas dengan keras, seolah-olah dipenuhi dengan tekad yang tiba-tiba.

“—Kau benar, Santa setidaknya harus tahu apa yang diinginkan targetnya.”

“O-oi, Kotori…?”

1

Dengan Kotori memasang wajah seolah-olah dia sudah melalui kelima tahap kesedihan, Shidou memanggilnya dengan suara khawatir.

“Tapi, untuk berjaga-jaga, pada malam di tanggal 24, kalian semua harus meletakkan kertas di samping bantal kalian dan apa yang diinginkan tertulis di atasnya."

Saat Kotori selesai, mata Kaguya membelalak karena terkejut.

“Tapi Kotori, jika kita melakukan itu, akankah Santa masih bisa menyiapkan hadiah kita sebelum datang untuk kita?"

Pengamatan yang cukup masuk akal. Roh lain mengangguk setuju.

Kemudian, seolah menjawab pertanyaannya, Natsumi berkata dengan suara lembut,

“… Tidak, kamu tidak perlu khawatir tentang itu… karena Santa- mmph!?”

Sebelum dia bisa menyelesaikan apa yang dia katakan, Miku menutup mulutnya.

“Ufufu Itu tidak bagus, Natsumi. Biarkan pemimpi untuk bermimpi

Sepertinya itu benar, Miku sebelumnya adalah manusia dan Natsumi yang bijak benar-benar tahu apa sebenarnya yang ada di belakang Santa.

“Benar, kan, Darling ?” Seolah membaca pikiran Shidou, Miku mengedipkan mata padanya.

“Haha… baiklah, itu benar.”

Tanpa kekuatan mental untuk mengucapkan jawaban yang tepat, Shidou menyerah. Kotori mengangkat permen lolipopnya untuk menandakan niatnya menjawab pertanyaan Kaguya.

“Jangan meremehkan kekuatan Sinterklas. Tas yang dibawa Santa terhubung ke dimensi keempat, sehingga dia bisa mendapatkan apa pun yang dia inginkan dari fasilitas penyimpanan hadiahnya yang luas kapan pun dia suka."

“W-Whaaaa… !?”

“Terkejut. Sungguh kekuatan yang luar biasa. "

Kotori mengangguk dalam saat roh-roh itu terengah-engah karena terkejut, dan melanjutkan.

“Jadi, jangan lupa untuk menulis memo sebelum tidur. Oke?"

Roh-roh itu mengangguk pada saat bersamaan.

“Oke, bubar! Kalian bisa kembali bekerja sekarang.”

Atas perintah Kotori, Tohka kembali mencuci piring dan para Yamai terus membersihkan ruangan. Di tengah kekacauan itu, Natsumi mencoba melarikan diri lagi. Namun sayang, dia tertangkap oleh Miku yang tetap waspada.

“O-Oi, Kotori…”

Melirik roh-roh itu, Shidou berbisik ke Kotori.

“Ada apa, apakah kamu kesal? Kamu tahu apa yang mereka katakan, Shidou. Kamu menuai apa yang kamu tabur.”

“… Tidak, yah, lagipula aku tidak memiliki hak suara dalam hal ini… tapi, apa tidak apa-apa bagimu untuk mengatakan itu?”

Kata-kata Shidou sepertinya telah memprovokasi Kotori, menjawab dengan 'hmph', dia berkata,

“Jangan meremehkan <Ratatoskr>  Kamu akan melihatnya sendiri. Apapun yang mereka minta, kami akan dapat mempersiapkannya dengan segera."

Jika Kotori bersedia melakukan tindakan seperti itu, tidak banyak yang bisa dikatakan Shidou. Dia mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah.

Meskipun — ada satu hal yang tersisa di benaknya.

Kotori, apa yang kamu inginkan untuk Natal?”

“Eh?”

Mata Kotori membelalak, seolah dia telah diserang oleh fantasi aneh, tapi tidak lama. Di beberapa detik kemudian, dia kembali ke dirinya yang biasa, dan menyilangkan tangan, terlihat kesal.

"Fuh. Bukannya aku membutuhkannya. Aku sudah dewasa dari umur yang senang tentang Sinterklas.

Kotori mengangkat bahu dengan sikap berlebihan saat dia berseru.

Ngomong-ngomong, Kotori juga dulunya adalah gadis pemimpi yang menulis surat untuk Santa. Tapi di kelas dua, Kotori melihatnya, dengan mata kepalanya sendiri, ayahnya berusaha sekuat tenaga untuk memberikan hadiah Natalnya di salah satu kaus kaki, dan dia tidak pernah percaya pada Sinterklas sejak saat itu.

Tapi, karena ayahnya tidak memperhatikan kalau Kotori melihatnya, selama tiga tahun Shidou menyaksikan sesuatu dimana ayah yang masih percaya bahwa putrinya percaya pada Santa, dan Kotori yang tidak bisa memaksa dirinya untuk memberi tahu ayahnya kalau dia mengetahui yang sebenarnya. (Itu terjadi ketika Kotori berada di kelas lima dan dia tidak sengaja menulis tentang dirinya yang khawatir tentang kondisi kesehatan ayahnya dalam surat kepada Santa dan hubungan aneh di antara merekapun berakhir. "Sinterklas" tidak ada lagi, malam itu ayah menatap foto Kotori muda, sambil minum minuman keras yang lebih berat dari biasanya― itu sangat berkesan bagi Shidou.).

"…Apa itu?"

Kotori bertanya dengan ekspresi bingung. Mungkin pikiran batin Shidou Nampak di wajahnya.

“Tidak ada… jangan khawatir tentang itu.”

“Kamu menjadi aneh. ―Ah terserah. Serahkan persiapannya kepada kami, kamu hanya harus menjadi Santa untuk malam ini."

Dengan kata-kata itu, Kotori meninggalkan ruang tamu.

 

*******

 

24 Desember. Malam natal.

Karena ini hari Minggu, para Roh menghabiskan seluruh hari mereka berbelanja dan mendekorasi rumah, dan di malam hari mereka berkumpul bersama dalam pesta Natal yang megah.

Sepiring besar Pasta dan Salad, kroket nasi ukuran sekali gigit, dan ikan mas berwarna-warni. Hidangan utama bukan kalkun, tapi ayam panggang besar ada di tempatnya. Dengan makanan yang begitu indah di hadapannya, mulut Tohka membesar karena bahagia dan terkejut.

Hidangan terakhir adalah kue untuk menggantikan makanan penutup. Ini kue bergaya Natal, dibeli dari toko kue di dekat sini, dengan kue gula berbentuk Santa dan Manusia Salju sebagai toppingnya.

Dengan hanya dua kue, tidak mengherankan jika ketegangan di antara para Roh meningkat. Setelah pertempuran batu-kertas-gunting yang intens, Miku memenangkan Santa sementara Kaguya memenangkan Manusia Salju.

Meskipun Tohka menatap biskuit dengan saksama, Miku memutuskan untuk memberi setengahnya kepada Tohka melalui mulutnya, dan Shidou memutuskan bahwa inilah waktunya untuk menghentikan mereka. Jika dia memiliki pandangan ke depan, dia akan menyiapkan kue ekstra, pikir Shidou dengan menyesal.

Setelah makan malam, ini adalah Waktu Permainan yang sudah lama ditunggu-tunggu semua orang.

"Permainan" di sini tidak mengacu pada permainan kompetitif yang sering dipertandingkan oleh Kaguya dan Yuzuru mati-matian, tetapi permainan pesta yang dapat diikuti semua orang. Jenga, UNO, The Game of Life dan Bajak Laut Pop-up; semua orang memainkan permainan ini bersama-sama dan siapa pun yang mendapatkan poin terbanyak pada akhirnya menang (ada Twister juga, tapi Miku secara aktif menghalangi pemain lain, jadi pertandingannya dibatalkan).

Juga, Shidou mencoba menelepon Origami beberapa kali untuk mengundangnya ke pesta, tapi untuk beberapa alasan, tidak ada panggilan yang sampai padanya. Terkadang kejadian langka seperti itu masih bisa terjadi.

Pukul sepuluh, setelah roh-roh itu lelah bermain satu sama lain, mereka semua kembali ke tempat mereka masing-masing di kamar sendiri, menguap dengan wajah lelah.

"Oke."

Dan, beberapa jam kemudian.

Sudah mengenakan "Battle Suit" lengkapnya, Shidou perlahan berdiri.

Melihat cermin seluruh tubuh di samping lemari sepatu, dia menegaskan penampilannya.

Mantel beludru merah dan putih lembut, sepatu bot panjang dan sabuk kulit. Di kepalanya topi berwarna merah dan putih, dan tas kain raksasa di bahunya.

Tepat sekali. Siapa pun yang tinggal di Jepang modern seharusnya mengenalinya dengan sekali lihat, itu adalah Pakaian Sinterklas, penyamaran yang sempurna, tetapi, karena mereka belum tahu harus memberi apa pada para Roh, tas yang dibawanya hanya berisi bahan kemasan yang berbentuk bola.

"Oke, sudah waktunya pergi."

Shidou melirik jam yang tergantung di dinding di atasnya dan bergumam. Ini sudah tengah malam; untuk lebih spesifiknya, sekarang pukul 1:30 pada tanggal 25 Desember. Saat ini, semuanya seharusnya sudah pergi tidur.

“Benar, aku serahkan padamu. Sudah ada agen di Mansion menunggumu, hubungi aku setelah kamu menemukan apa yang diinginkan para Roh."

Berdiri di pintu masuk, Kotori berkata "Fuaaa ..." dan menguap saat dia berbicara. Tapi, begitu dia menyadari apa yang dia lakukan, dia batuk untuk menutupi kesalahannya.

"Maaf, kamu sudah lelah dan aku masih harus begadang selarut ini."

“Aku tidak tahu apa yang kau katakan. Bagaimanapun, masalahnya ada di tanganmu."

“Haha… oke, aku pergi dulu."

Shidou membuka pintu saat dia tersenyum sebagai jawabantapi, saat dia melangkah keluar, matanya tiba-tiba melebar karena terkejut.

Tanpa sadar melihat ke atas, tenggorokannya tidak bisa menahan kegembiraannya.

"Wow…"

"Apa itu?"

Kotori bertanya, bingung. Tanpa berbalik, Shidou melambaikan tangannya pada Kotori di belakangnya saat dia terus menatap.

Dengan ketidakpercayaan dan ketidakpastian, dia memakai sendalnya dan berlari ke samping Shidou. “Ugh, apa-apaan ini—”

Jadi, suara Kotori dipotong sebelum dia selesai mengeluh, dan beberapa saat kemudian, ekspresinya sama dengan Shidou saat dia ternganga heran.



“Woah… ini… turun salju?”

Persis. Apa yang dilihat mata mereka, adalah pemandangan yang sama sekali berbeda dari beberapa jam yang lalu.

Kepingan salju putih kristal kecil menari di langit malam yang gelap, bersinar dengan pantulannya dari lampu jalan terdekat.

Jalanan, tembok, atap setiap bangunan di lingkungan itu dilapisi dengan tipis oleh lapisan bubuk salju. Seolah-olah seseorang menaburkan gula di atas kue yang baru dipanggang. Dengan bulan yang sedang mengintip melalui awan, jalanan bersinar dengan cahaya bulan yang redup. Itu sangat indah dan pemandangan yang langka untuk dilihat.

“Ini sangat cantik… Natal putih, ya. Itu jarang terjadi di sini."

Kotori berkata, tenggelam dalam pikirannya. Dia benar, dengan Kota Tengu berada di bagian selatan Wilayah Kanto, yang namanya salju di bulan Desember merupakan hal yang aneh dengan sendirinya.

“Tapi, sayang sekali. Jika salju turun lebih awal, mungkin para roh bisa melihat ini juga."

“Haha… Kupikir, mungkin Sinterklas yang asli melihat betapa kerasnya kamu bekerja untuk mendapatkan hadiah untuk para roh dan akhirnya dia memberimu hadiah juga."

“A-Apa yang kamu…!"

Bingung dengan pernyataan Shidou, pipi Kotori menjadi merah.

Matanya berputar-putar dengan panik untuk beberapa saat, tetapi tidak butuh waktu lama baginya untuk tenang, lalu dia memalingkan mukanya dengan ekspresi kesal.

“Hmph. Tinggalkan kata-kata menjijikkan itu untukmu ketika menaklukkan para Roh, bukan aku."

“Eeh? Apakah itu benar-benar menjijikkan?"

“Ya, kamu menjijikkan… Aku tidak percaya kamu berkata, 'Kita berdua bisa melihat salju bersama malam ini adalah hadiah dari Santa Claus'; bahkan Playboy terkotor sekalipun tidak akan—"

“Hmm? Um, tapi, aku tidak mengatakan apa-apa tentang kita berdua…"

“…!”

Mata Kotori melebar, dan bahkan sebelum Shidou bisa menyelesaikan kalimatnya, dia membidik pantatnya dan menendangnya dengan keras.

“Aduh! Apa yang kamu lakukan, Kotori?!”

“Diam saja! Cepat pergi!

"Ya ya…"

Dia dengan patuh setuju. ―Tidak ada yang bisa menenangkan Kotori yang marah, Shidou tahu semua ini dengan baik. Meninggalkan jejak jejak kaki di belakangnya saat dia berjalan melewati salju, dia melambai selamat tinggal untuk Kotori.

Namun, sebelum dia melangkah keluar dari gerbang, dia melirik ke belakang.

Kotori.”

"Ada apa?"

"Selamat Natal."

"…Selamat Natal."

Kotori menjawab dengan ragu-ragu, menghindari tatapannya saat dia menutup pintu.

"Ya…"

Setelah terlihat seperti ini, Shidou mempercepat langkahnya menuju pintu masuk ke Mansion Roh.

Melalui pintu otomatis di pintu masuk, dia mengoperasikan interkom untuk memasuki lobi.

Tentu saja, mengetik nomor kamar dan meminta para Roh untuk membukakan pintu untuknya sudah di luar pertanyaan. Shidou memasukkan kode penggantian admin <Ratatoskr>, meletakkan tangannya di file mesin saat memverifikasi sidik jari dan denyut nadinya.

Dengan suara elektronik ringan, pintu ke lobi terbuka.

“Maaf mengganggu…”

Shidou berbisik saat dia menyelinap lebih dalam ke dalam Mansion. Dengan hilangnya cerobong asap masuk rumah saat ini, seharusnya tidak mengejutkan ketika metode infiltrasi Santa juga menjadi lebih berteknologi tinggi.

Ngomong-ngomong, pintu yang baru saja Shidou lewati diperlakukan dengan bahan khusus anti peluru, tidak ada orang biasa yang bisa dengan paksa memasuki gedung ini. Bahkan dindingnya kokoh dan bisa menangani hampir semua hal baik dari dalam maupun luar.

Yah, bahkan jika itu dibangun untuk menahan serangan eksternal… Tujuan utama dari kekokohannya adalah lebih untuk melindungi orang lain dari ketika para Roh tiba-tiba mengamuk daripada apa pun, sungguh.

“Jadi, aku harus mulai dari siapa…”

Shidou menelusuri daftar nomor kamar yang ditempati di kepalanya dan merenungkan kemana dia harus pergi terlebih dahulu.

“Yang paling dekat adalah… Tohka, kan?

Kamar Tohka adalah Kamar 410 di lantai empat. Tidak sulit untuk mengingatnya nomor kamar yang bertepatan dengan nama yang diberikan Shidou padanya, yang diambil dari tanggal mereka bertemu satu sama lain.

Shidou mengambil lift ke lantai 4 Mansion dan berdiri di depan kamar Tohka ini.

Biasanya, pintu akan dikunci secara elektronik, termasuk yang ini. Namun, semuanya tidak terkunci hanya untuk malam ini. Shidou memegang kenop saat dia perlahan membuka pintu, membuat sesedikit mungkin suara.

Seperti yang diharapkan, ruangan itu benar-benar gelap. Shidou mengeluarkan senter praktisnya sebelum dia diam-diam menyelinap masuk.

Dengan hati-hati menginjak koridor, dia melangkah ke kamar tidur. Tepat di tengah tempat tidur besar dimana Tohka, tertidur dengan nyaman. Melihat itu, denyut nadi Shidou semakin cepat mengakui kembali fakta bahwa dia menginjakkan kaki di kamar tidur gadis. Padahal, Shidou menyadarinya satu hal tentang gadis itu. Kasurnya sama sekali tidak menutupi perutnya, dan itu sangat mengganggunya.

“Ah… Kenapa kamu melepas selimutmu…”

Shidou diam-diam menggerutu sambil meraih seprai yang kusut di bawah kakinya, menariknya di atas bahunya. Tohka menggeliat dan mengerang, tapi sepertinya dia tidak bangun.

Dengan senyum kecil, sedikit pahit, Shidou berjalan ke sisi tempat tidurnya. Di atas meja, setelah Kotori menginstruksikan, dia meletakkan memo kecil, dilipat dua kali.

“Hum… Ada apa… apa itu…”

Shidou mengarahkan cahayanya ke atas kertas, yang berbunyi:

'Aku ingin makan steak hamburg yang lebih besar dari yang pernah aku lihat sebelumnya'

"Ha ha…"

Permintaan Tohka yang sangat ikonik, pikir Shidou, tidak mampu menahan tawanya.

Dengan pengaturan waktu yang anehnya tepat, suara Kotori masuk dari radio miniatur di telinga kanannya.

'Bagaimana, Shidou? Sudah menemukan apa yang mereka inginkan?'

"Ya. 'Steak Hamburg yang lebih besar dari yang pernah aku lihat', katanya.

'Itu Tohka, kan?'

"Kamu tahu?"

'Tanpa keraguan'

Kotori terkekeh saat menjawab.

'—Ngomong-ngomong, baiklah. Harapkan seseorang untuk datang dengan membawa hadiah segera'

Segera setelah Kotori menyelesaikan ucapannya, pintu ruang tamu terbuka dan langkah kaki diam mendekati.

Mengharapkan agen <Ratatoskr>, Shidou menyorotkan senternya ke orang tersebut untuk mengidentifikasi penampilannya.

“… !?”

―Dan dia hampir berteriak.

Yah, reaksi seperti itu dari Shidou bukannya tidak beralasan. Bagaimanapun, orang yang dimaksud adalah seorang wanita yang mengenakan setelan rusa kutub dan wajah yang sangat mengantuk.

“A-apa yang kamu lakukan, Reine-san…?

Shidou merendahkan suaranya dan bertanya. Benar, rusa kutub itu adalah analis <Ratatoskr> dan Teman Kotori, Murasame Reine sendiri.

“… Mmh, aku menjadi rusa kutub.”

“Kenapa kamu berpakaian seperti itu…”

'Itulah tindakan pencegahan jika para Roh bangun'

Kotori menjawab. Nah, apakah mereka akan percaya selain Santa yang asli, mengenakan kostum seperti itu setidaknya mengurangi risiko untuk segera dikenali.

Dan dia benar bertanya-tanya bagaimana Shidou bisa mengenali Reine saat pertama kali melihatnya meskipun dia mengenakan kostum, meskipun jawabannya mungkin lebih sederhana dari yang dia bayangkan. Itu karena wajah bagian dari setelan itu dilubangi dengan cermat, memperlihatkan wajah Reine; dan seolah-olah untuk mengimbanginya, mereka juga memasukkan bola merah ke hidungnya. Memang sangat aneh.

“… Pokoknya, ini.”

Reine mengulurkan tas yang dibawanya, tampak tidak terganggu oleh pertanyaan Shidou.

“T-terima kasih…”

Nah, tidak ada gunanya menekankan detailnya. Meskipun Shidou tidak bisa tidak bertanya-tanya kapan dia mengambil tas itu, dan apa gunanya membawa tas sendiri jika seseorang akan mengirimkannya hadiahtapi sekali lagi, saat menyampaikan hadiah, melihat bagian itu juga penting.

Mengangguk seolah menandakan bahwa pekerjaannya telah selesai di sini, Reine berbalik dan pergi, punggungnya yang bulat terlihat sangat lucu.

'Cepat, Shidou, jangan buang-buang waktu'

“A-Ah, benar…”

Dia harus cepat dan menyerahkan hadiahnya pada Tohka, pikir Shidou sambil mengintip ke dalam tas yang dia berikan, tapi isinya membuatnya terkejut.

Karena yang ada di dalamnya bukanlah steak hamburg yang diinginkan Tohka, tapi daging giling, bawang, remah roti, telur dan bermacam-macam bumbu.

“Oi, Kotori, apa ini?”

'Apa itu, katamu? Ini jelas bahan untuk membuat steak hamburg'

“Kamu menyuruhku untuk membuatnya di sini… !?”

'Begitulah adanya, Shidou. Tidak peduli berapa banyak hadiah yang bisa kami sediakan di sini, kamu tidak dapat meminta kami menyimpan steak hamburg yang sudah dimasak, itu tidak mungkin'

"A-aku rasa kamu benar ... tapi, untuk apa peralatan makan itu?"

Shidou bertanya sambil mengambil satu set peralatan makan perak dari tengah bahan-bahan.

'Memberi hadiah makanan bukanlah ide yang buruk, tetapi bukankah lebih baik memiliki sesuatu yang dapat mereka simpan sebagai hadiah?'

“Begitu… kamu benar.”

'Jadi, apa kamu sudah mulai memasak? kamu seharusnya sudah selesai sekarang kalau kamu tidak berbicara ' Didesak oleh Kotori, Shidou menghela nafas dan meninggalkan kamar tidur, menuju dapur.

Meskipun bangunan Spirit Mansion aneh, interiornya sama seperti apartemen biasa, didekorasi dengan furnitur dan kebutuhan sehari-hari. Sepertinya memasak di sini tidak akan sulit.

“Tidak apa-apa jika hanya ruangan yang berbeda… kan?”

Setelah memastikan pintu kamar tidur aman, Shidou menyalakan lampu di dapur itu berbahaya untuk menggunakan pisau dalam kegelapan.

Shidou mencuci tangannya dan mulai membuat steak hamburg. Mengingat seberapa besar porsi ini, Shidou kesulitan menguleni daging meskipun dia berpengalaman membuat hidangan ini.

Setelah mengambil wajan terbesar di dapur dan menuangkan minyak ke atasnya, dia meletakkan daging, pada dasarnya menutupi seluruh wajan. Ini pertama kalinya Shidou melihatnya, apalagi memasak steak hamburger yang begitu besar. Aroma dagingnya menyebar ke seluruh ruangan.

"Yosh, sepertinya sudah selesai!"

Shidou meletakkan steaknya di atas piring besar untuk pesta dan memadatkan sisanya menjadi saus, ia lalu memasukkan saus tersebut ke wadah lain.

“Bang… bang…”

Saat Shidou membungkus steaknya dan hendak menuju kamar tidur, dia tiba-tiba mendengar suara aneh.

“A-apa itu…?”

Mungkin Mansion ini berhantu, pikir Shidou, sampai dia menyadari bahwa suara itu berasal dari ruangan di depan matanya.

Namun untuk menghilangkan ketakutannya, Shidou perlahan membuka pintu. Padahal, yang menunggunya adalah bukan hantu atau semacamnya, tapi Tohka menggeliat dalam posisi seperti cacing dengan kepala menghadap pintu. Bukan hanya itu, tapi perutnya keroncongan seolah memiliki pikirannya sendiri.

Sepertinya bau dari steak hamburger telah menimbulkan beberapa reaksi dari dalam diri Tohka.

Lega, Shidou tersenyum saat meletakkan piring di sisi tempat tidurnya, lalu membawa Tohka kembali ke tempat tidurnya, dan dia berhati-hati untuk tidak membangunkannya.

Dan saat itu juga, Shidou melihat kaus kaki yang tergantung di dinding di belakang tempat tidur, tapi… sepertinya tidak mungkin untuk memasukkan piring besar ke dalam kaus kaki. Jika dia benar-benar menginginkannya, dia bisa saja dengan paksa memasukkan steak itu sendiri ke dalam kaus kaki, tetapi hanya memikirkan cara

menjijikkan itu akan membuat kaus kaki yang mengembang yang menetes dengan saus daging adalah hal pertama yang dilihat di pagi hari — tidak peduli seberapa besar dia menyukai steak hamburger, tidak mungkin dia memiliki nafsu makan setelah melihat itu.

Setelah berpikir beberapa lama, Shidou memasukkan peralatan makan ke dalam kaus kaki, dengan hati-hati meletakkan piring di atas bukaannya dan meninggalkan kamar Tohka.

Kunjungan berikutnya adalah Yoshino di lantai yang sama. Meskipun nomor kamar Yoshino lebih kecil yaitu 405, lebih mudah mengunjungi Tohka terlebih dahulu karena posisinya yang dekat dengan lift. Dan, seperti sebelumnya di kamar Tohka, Shidou diam-diam membuka pintu dan menyelinap masuk.

Yoshino sedang tidur dengan elegan, kasurnya menutupi bahunya. Boneka kelincinya 'Yoshinon' menjulurkan kepalanya keluar dari selimut, itu memang sangat lucu.

"Baik. Jadi, apa yang diinginkan Yoshino?”

Shidou bergumam, membuka memo di samping tempat tidurnya. Dan disitu tertulis:

'Aku ingin memiliki topi yang lucu'

Dengan ilustrasi mendetail tentang pola dan warna yang diinginkannya, juga digambar dengan pensil warna dan 'Ini terlambat, tapi tolong lakukan yang terbaik di luar sana, kamu mendapat dukunganku' tertulis di samping.

“Ini… huh…?”

Bingung, Shidou membaca catatan itu lagi. Hadiah yang dia minta bukanlah masalah, tapi kata-katanya adalah dorongan yang sangat baik untuk Shidou.

“Yah, tidak ada gunanya memikirkannya. Kotori—”

Sebelum dia selesai, dia menemukan selembar kertas lain di atas meja. Shidou membukanya, dan tertulis dengan tulisan tangan yang aneh:

“Aku ingin beberapa baju baru

“Ini… Yoshinon, kan?”

Gumam Shidou sambil terus membaca catatan itu. Seperti memo Yoshino, Yoshinon juga menggambar detail desain dalam bentuk gambar, dengan tambahan catatan 'Yoshino sedang tak berdaya sekarang, kamu bisa menciumnya sebanyak yang kamu suka, Santa-san'. Ada sedikit teks sebelum "Sinterklas" yang tertutup tinta, membuatnya seharusnya tidak terbaca. Tapi karena penasaran, Shidou meletakkan senternya di bawah bagian yang telah dicoret, dan tertulis 'Shidou' disitu.

“…”

Ya. Dia pasti menyadarinya. Apakah Yoshino mengetahuinya masih belum jelas, tapi tidak salah lagi 'Yoshinon' mengetahui identitas asli Sinterklas.

Tetesan air terbentuk di wajah Shidou saat dia menatap ke arah Yoshino; kulit halus dan bibir seperti kelopak memikatnya. Dia seperti kecantikan yang tertidur, pikir Shidou, dan napas bergema di seluruh ruangan.

Seperti yang dikatakan 'Yoshinon', sepertinya Shidou benar-benar bisa mempermainkan Yoshino sesuka hatinya saat ini. Pikiran nakal yang tidak pernah Shidou temui sebelumnya membanjiri pikirannya, membuatnya menelan ludah.

'Shidou, kamu disana, kan? Cepat dan beri tahu kami permintaannya'

“…! A-ah… Maaf. Topi yang lucu, dan pakaian untuk Yoshinon.

Shidou menahan napas sejenak dan menjawab, mendeskripsikan desain yang diminta seperti gambar.

'Okee, kalau hanya itu, kami sudah menyiapkannya di sini. Kami akan memberikannya padamu.'

Dengan kata-kata dari Kotori itu, tidak butuh waktu lama bagi Rusa Murasame untuk muncul kembali.

“… Shin.”

“Aah, terima kasih…”

Setelah menyerahkan tas itu kepada Shidou, Reine mengguncang pantatnya saat dia berjalan pergi. Itu tidak terlihat seperti dia melakukannya dengan sengaja; mungkin kostumnya agak longgar di bagian itu, bahkan berjalan biasanya akan menyebabkan gerakan pantat yang luar biasa — tidak peduli berapa kali Shidou melihatnya, cara dia bergerak sangat memesona.

Menggaruk wajahnya sebelum meraih isi tas, topi dan kostum 'Yoshinon', dan menempatkannya di samping tempat tidurnya.

"Baiklah ... Sekarang selanjutnya, aku yakin, Kaguya dan Yuzuru."

Dengan itu, Shidou meninggalkan kamar Yoshino dan menuju ke lantai 8 Mansion.

Yamai bersaudara tinggal di kamar 802. Sepertinya mereka diberikan kamar ini karena ukurannya yang lebih besar dari orang lain.

Membuka pintu, Shidou menyelinap ke dalam kamar.

Tapi saat dia masuk, dia menyadari ada sesuatu yang tidak beres – bertentangan dengan yang lain kamar yang dia kunjungi sebelumnya, lampu masih menyala, dan suara bisa terdengar dari ruang tamu.

“Jangan bilang kalau keduanya…”

Shidou mengintip ke ruang tamu, tetap gelisah. Dan seperti yang diharapkan, Kaguya dan Yuzuru masih terjaga, bermain game pertarungan di TV. Sepertinya mereka sudah lama melakukannya juga.

"Ugh, keduanya ... Malah begadang setelah kita menyuruh mereka tidur lebih awal ..."

Keluh Shidou, wajahnya menegang saat dia berbicara. Saat ini, gadis-gadis itu mulai berbicara:

“Heeyyy Yuzuruuu… Kamu pernah bertanya-tanya kapan tepatnya Santa akan datang?”

“Tidak diketahui. Aku belum pernah mendengar tentang waktu yang tepat. Sepertinya kamu sudah lelah, Kaguya.”

“Apa—! Itu tidak benar! Tetap terjaga adalah sepotong kue! Aku tidak akan tidur tanpa melihat Santa!

“…”

Keringat membasahi wajah Shidou saat dia menguping pembicaraan mereka. Sepertinya mereka begadang bukan untuk bermain game, tetapi untuk melihat Santa.

Padahal, akan sangat tidak adil bagi mereka jika mereka adalah satu-satunya yang tidak mendapatkan hadiah. Untungnya, mereka bermain di ruang tamu, dan kamar tidurnya kosong. Jika Shidou berhasil melewati mereka, meninggalkan hadiah mereka sebelum ketahuan seharusnya tidak menjadi masalah besar.

“Sepertinya tidak ada cara lain… Ayo pergi.”

Dengan tekad di dadanya, Shidou melanjutkan dengan hati-hati.

"Kecurigaan. Benarkah itu? Tidak perlu memaksakan diri."

“A-apa yang kamu katakan, apa kamu juga tidak lelah? Dengar, sejak 10 menit yang lalu kombomu telah suuper monoton. "

"Benci. Itu tidak benar sama sekali. Kamu hanya tidak memperhatikan gerakan halus Yuzuru karena kamu memiliki rentang perhatian yang kurang."

“Ooh, begitu? Sepertinya Yuzuru memiliki sisi kekanak-kanakannya juga

"Saran. Jika kamu pikir aku lelah, mari bertaruh pada pertandingan berikutnya."

“Hehe… Kedengarannya menarik… Jadi, apa yang kita pertaruhkan?”

"Menyeringai. Orang yang kalah harus mengakui satu hal yang dia suka tentang Shidou.

“Fufu-!? T-Tunggu, tunggu apa!?”

Kaguya tiba-tiba berteriak dengan suara bernada tinggi yah, Shidou juga hampir melakukannya. Berani sekali pernyataan tentang dia dalam situasi tegang ini ... tak tertahankan, untuk sedikitnya.

Sekarang dengan pipinya yang diwarnai merah muda, Shidou berjalan ke kamar tidur, menghela napas lega saat dia menemukan apa yang dia cari di samping tempat tidur. Shidou akan benar-benar terjebak jika mereka belum menyiapkan permintaan mereka saat itu.

“Kotori, inilah yang mereka inginkan. Aksesori perak untuk Kaguya dan kamera digital untuk Yuzuru.

'Dimengerti. Aku mendapatkannya di sini, kami akan segera memberikannya kepada Anda.'

“Ah, benar — Sepertinya mereka belum tidur jadi beritahu Reine untuk ekstra hati-hati saat masuk ruangan."

'Eh? Mereka masih bangun? Merepotkan sekali… Baiklah, aku akan memberitahunya. '

Beberapa menit setelah percakapan singkat mereka, Reine tiba di kamar tidur Yamai.

“Mereka tidak memperhatikanmu, kan?”

"…Ya. Sepertinya mereka terlalu sibuk memainkan game mereka daripada memperhatikanku.

"Betulkah? Itu bagus."

“… Ngomong-ngomong, Kaguya berteriak 'Dia sangat lembut‼' setelah dia kalah, apakah kamu tahu apa artinya itu?"

“… Tidak, aku tidak tahu.”

Shidou menjawab, mengalihkan pandangannya saat dia menerima hadiah dari Reine, dan memasukkannya ke dalam kaus kaki tergantung di belakang tempat tidur.

Saat mereka selesai, Shidou dan Reine menyelinap keluar dari belakang para Yamai. Sepertinya Reine menjadi ekstra hati-hati saat menabrak furnitur, menekan tanduknya dan memutar langkah kakinya. Melihat ke belakang, tidak mungkin dia secara tidak sengaja menjadi imut seperti ini.

Untungnya, Kaguya dan Yuzuru baru saja memulai pertandingan baru dan sepertinya tidak memperhatikan mereka. Shidou memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang lebih baik daripada sebelumnya untuk pergi, ketika para Yamai masih berkonsentrasi dengan pertandingan mereka.

Namun,

Mungkin Reine lengah sejenak; tanduknya tiba-tiba memantul seperti pegas, memukul kusen pintu dengan suara ketukan yang jelas.

“… Hmm?”

"Ah…"

Sial, pikir Shidou. Sudah terlambat, mereka pasti menyadarinya.

Berharap dia hanya mendengar sesuatu, Shidou melihat kembali ke ruang tamu, tapi hanya itu memperkuat ketakutannya. Kaguya dan Yuzuru bersandar ke belakang dari sofa dengan mata mereka terbuka lebar, konsol gamenya masih di tangan mereka.

“… Sa-Santa‼”

"Heran. Ada rusa juga.”

“…‼”

Shidou meraih tangan Reine dengan panik saat mereka melarikan diri.

“Haa… Haa…”

“... Sepertinya mereka sudah menyerah.”

Beberapa menit kemudian, Shidou dan Reine terengah-engah di ruangan gelap.

Setelah mereka berhasil menjauh dari kedua Yamai itu, mereka bersembunyi di sebuah ruangan kosong di lantai 6.

Kamu mungkin bertanya, bagaimana Shidou dengan pakaian Santa kikuk dan Reine dengan kostum rusa yang longgar bahkan mendekati dan menyamai kecepatan dua roh tercepat― yah, mereka hampir tertangkap tadi, tetapi saat kedua bersaudara itu mendekati Reine, dia melepaskan bola merah menempel di hidungnya dan melemparkannya ke tanah, membuat tabir asap dan menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri ... Tak perlu dikatakan, bahkan Shidou terkejut dengan hal yang rumit tersebut sebagai persiapan.

“Yah… hanya tersisa Miku dan Natsumi, ya? Aku akan mempercayaimu dengan hadiahnya setelah aku menemukan apa yang mereka inginkan."

“… Oke, sampai ketemu lagi.”

Meninggalkan ruangan kosong, keduanya berpisah di koridor saat Shidou melanjutkan misinya. Mengambil lift ke lantai 9, ia mencapai ruangan Miku, ruang 901.

Menjadi seorang idol yang hidup di dunia ini, Miku biasanya tinggal di rumahnya di kota. Tapi demi kenyamanan, dia diminta untuk menginap di mansion malam ini.

Shidou dengan hati-hati membuka pintu dan masuk, menuju kamar tidur. Namun, saat dia masuk, dia melihat sesuatu yang aneh.

―Karena tempat tidurnya kosong.

“…!”

Saat dia menyadari ini, Shidou menjadi tegang. Mungkin Miku, seperti Yamai yang dia kunjungi tadi, masih bangun dan mencari 'Santa', pikir Shidou.

Setelah mengamati sekeliling ruangan tempatnya berada, Shidou tidak bisa merasakan kehadirannya sama sekali, dan sepertinya kamar mandinya juga kosong. Tidak ada lampu yang menyala juga.

“Huh… Kotori, kamu yakin Miku tinggal di kamar 901?”

'Ya benar, ada apa?'

“Miku sepertinya tidak ada di sini, aku juga sudah mencari kemana-mana.”

'Eeeh…? Kau tidak salah masuk ruangan kan?'

“Tidak… Aku cukup yakin aku berada di kamar 901 sekarang…”

Dia mengarahkan senternya ke tempat tidur saat dia mengingatnya. Kasur dan seprai itu berantakan sepertinya seseorang tidur di dalamnya belum lama ini. Sepertinya dia tidak meninggalkan catatan untuk hadiahnya juga.

“Dia di sini belum lama ini… Kemana dia pergi…?”

'Hmm ... Oke, kita akan memeriksa kamera dari koridor di sini, bisakah kamu pergi ke Natsumi dulu?'

"Oke."

Tidak ada lagi yang bisa dia lakukan tanpa mengetahui permintaan Miku. Shidou pergi ke kamar Natsumi seperti yang diinstruksikan.

Kamarnya tersembunyi di sudut paling dalam dari lantai paling atas mansion. Sepertinya dia secara khusus meminta ruangan itu, tetapi baru-baru ini dia sedang berpikir tentang apakah akan pindah ke ruangan yang sama lantainya dengan Yoshino.

Shidou membuka pintu kamar Natsumi dan menyelinap masuk, diam seperti ninja.

Dia menyusup ke kamar tidur dan menyorotkan senternya ke samping Natsumi yang sedang tidur, mencari memo itu.

“… Oh, ini dia… Mari kita lihat…”

Bunyinya:

'Buku'

Hanya satu, kata kesepian—

Buku.

Shidou menyipitkan matanya. Sepertinya ada sesuatu yang tertulis tapi dengan cepat dihapus di samping sepatah kata pun.

Dengan bantuan senternya, dia bisa melihat kata-kata 'Perangkat rias' yang tercetak di atas kertasnya.

'Shidou, bagaimana di sana, sudah menemukan permintaan Natsumi?' Kotori bertanya. Setelah sedikit berpikir, Shidou menjawab,

“Perlengkapan tata rias dan beberapa kosmetik, serta beberapa buku tutorial Cara-Cara di bidang tata rias.”

'Hah, tidak menyangka Natsumi akan menanyakan hal-hal seperti itu. Mungkin dia ingin mengubah dirinya sedikit, itu membuatku bahagia '

"Baik? Ah, aku hampir lupa— Kulit Natsumi agak kering, jadi dia butuh losion pelembab.

'Ya, ya'

“Jangan lupakan krim kulitnya  juga, dia akan membutuhkannya. Juga, kamu harus memberinya sedikit warna blush on dan gloss yang berbeda, tetapi pastikan warnanya tidak terlalu mencolok, dan sesuai. Buku apa pun akan baik-baik saja, tetapi harap cantumkan 'Bagaimana Melakukan Tata Rias Dasar Tanpa Merusak Kulitmu' oleh Shinmeisha di dalam tas. Buku itu seharusnya membantunya. Juga-"

'Ya ya. Dimengerti, Shiori'

“… Huuh?”

Kotori memanggilnya dengan nama itu sepertinya membawa Shidou kembali. Saran make-up yang begitu rinci biasanya tidak akan keluar dari mulut pria seperti ini.

Sementara  itu—

“Mmmh… Guu… zzz…”

Erangan pelan keluar dari tempat tidur. Mungkin instruksi antusias Shidou membangunkan Natsumi.

Meski terkejut dengan suara yang tiba-tiba, Shidou terus mengamatinya. Natsumi membuat wajah berkerut seolah dia tidak bisa tidur sama sekali, tapi sepertinya dia terlalu khawatir, Natsumi masih tertidur lelap.

"Apa itu? Dia tidak mengalami perasaan buruk, kan… ”

Sebelum Shidou menyelesaikan kalimatnya, dia menyadari sesuatu.

Tubuh Natsumi tampak luar biasa besar, dan kasurnya menggembung dengan cara yang aneh.

“…! Jangan bilang dia—

Kekuatan Natsumi memungkinkan dia untuk mengubah wujudnya menjadi siapapun yang dia inginkan. Jika dia mengalami mimpi yang buruk, kekuatan Rohnya bisa mengalir kembali padanya, menyebabkan dia tanpa sadar berubah. Dengan pemikiran itu, Shidou menarik kasur Natsumi.

Tapi, yah…

“Aaan… Kamu sangat nakal…”

Alih-alih Natsumi yang berubah, Shidou melihat Miku yang sedang tidur menempel erat Natsumi, nampaknya dalam kebahagiaan.

“…”

Kehilangan kata-kata, Shidou meletakkan kembali selimutnya seolah-olah dia tidak melihat apapun.

Sekarang setelah Shidou melihat dengan cermat, sepertinya ada selembar kertas lain di samping tempat tidur.

Sepertinya Miku baru saja keluar dari kamarnya dan merasa nyaman di kasur Natsumi. Mungkin pintu yang tidak terkunci hari ini adalah hadiah Natal untuk Miku.

“U-um… Kurasa aku juga harus melihat apa yang Miku inginkan…”

Dia membuka kertas itu.

'Darling ASMR CD untuk tidur (Setidaknya 3 pola untuk setiap karakter)'

“…”

Shidou memegangi kepalanya.

'Ada apa, Shidou, apa terjadi sesuatu?'

“… Bukan apa-apa, hanya saja Miku…”

Menanggapi pertanyaan Kotori, Shidou menjelaskan situasinya.

'Ahh… begitu. Yah, tidak ada yang bisa kita lakukan tentang itu. Beri kami waktu sebentar, kami akan membuatnya'

"Pasti ada cara untuk melakukan ini ..." Shidou membayangkan Kotori berkata pada dirinya sendiri dengan suara sedih saat dia mencoba yang terbaik untuk menemukan solusi.

Sekitar 10 menit kemudian, seekor rusa tiba di kamar Natsumi dengan membawa tas lain. Bola merah yang dia buang tampaknya secara ajaib muncul kembali di hidungnya lagi.

"…Maaf membuatmu menunggu."

“Tidak, tidak apa-apa.”

“… Mmh, ini.”

Setelah menerima tas dari Reine, Shidou melihat kosmetik dan peralatan rias yang dia cari dan mengeluarkannya bersama dengan buku referensi tata rias, menempatkannya di samping tempat tidur Natsumi.

“Jadi, um… Tentang Miku…”

Shidou bertanya, tapi kata-katanya dipotong oleh Reine yang mendorong buku ke wajahnya.

“Mmh? Apa ini…?"

Melihat sampulnya, Shidou mulai kehilangan suaranya.

Karena apa yang tertulis di atas itu tak lain dari 'Itsuka Shidou ASMR CD Script (Edisi ke-3)'.

Shidou menoleh ke Reine. Dia tampaknya siap sepenuhnya, ada laptop di pahanya dan headphone yang dikenakan di atas kostumnya. Dia meletakkan mikrofon di depan Shidou, sepenuhnya siap untuk merekam.

“Apakah ini idemu untuk solusinya !?”

Shidou berteriak, hampir menjadi gila.

'Mengapa kamu tidak memberi tahuku kalau kamu dapat memikirkan cara lain? Ini tidak seperti permintaan yang masuk akal.'

"Ya itu betul! Tapi apa ini (Edisi ke-3)!? Apa kamu mempersiapkan ini sebelum? Bagaimana kamu bisa mengeluarkan begitu banyak versi dengan begitu cepat!”

'Diam. Kau akan membangunkan mereka'

“Guuu…”

Dengan 'Gentle Reminder' Kotori, Shidou tidak punya pilihan selain diam.

Kemudian, seolah-olah menyuruh Shidou untuk bergegas, Reine dengan lembut mendorong mikrofon ke Shidou lagi.

“Ugh… Baiklah…”

Dengan ini yang terjadi, Shidou benar-benar terjebak di antara batu dan tempat yang keras. Dia mengarahkan senter miliknya pada skrip dan mulai membaca halaman pertama:

“… Hmm? kamu lelah? Ya oke, jangan ganggu aku, tidur saja. Hah? Apa yang kamu butuhkan adalah aku… Ugh, kamu sangat menyebalkan… Bukankah aku sudah memberitahumu untuk pergi tidur saja? Ahh, wajah apa itu maksudnya? Oke… Kamu menang… Lima menit, oke? Kalau kamu tidak tidur dalam 5 menit bagaimanapun aku akan pergi, baikl—

“… Shin.”

Wajah Shidou memerah karena malu saat dia membaca skrip dengan suara keras. Tapi Reine menghentikannya sebelum dia menyelesaikan halaman pertama.

"A-Apa itu?"

“... Kamu perlu berbicara seperti kamu penuh dengan dirimu sendiri.”

“Apa yang kau maksud !?”

Shidou tidak tahan lagi dan berteriak.

 

*******

 

“Hah… aku sangat lelah…”

Sekitar satu jam kemudian, Shidou selesai merekam. Reine dengan cepat mengedit dan membakar data menjadi CD.

Shidou dengan cepat meletakkan CD itu di samping tempat tidur Miku dan mengucapkan selamat tinggal pada Reine, sambil menghela napas lega karena dia akhirnya bebas dari tugasnya.

'Kerja bagus. Kamu bisa kembali sekarang '

“Ya… Kerja bagus juga untukmu, Kotori. Tidak apa-apa kalau kamu pergi tidur dulu kalau kamu lelah.

'Hm. Tolong jangan meremehkanku seperti orang idiot. Hanya sedikit… Fuaaaa…

Akhir kalimatnya bercampur aduk saat dia menguap. Dia terbatuk untuk mencoba melewatinya, tapi jelas dia tidak bisa menipu siapa pun.

“Lihat, kamu lelah. Jangan memaksakan diri terlalu keras, kamu akan mendapatkan kulit yang buruk kalau terlalu banyak begadang."

'Baiklah, baiklah ... Aku akan mempercayai kata-katamu dan tidur sekarang'

Jawab Kotori, dengan nada seolah-olah dia tidak punya pilihan lain selain mendengarkannya.

'Selamat malam'

"Selamat malam."

Jawab Shidou saat dia naik lift ke lantai dasar dan meninggalkan mansion. Salju sebelumnya sudah berhenti. Meskipun jalanan masih ditutupi oleh selimut tipis dari salju, sepertinya semuanya akan mencair sebelum matahari terbit. Mungkin ini benar-benar hadiah untuk Kotori dari para dewa.

Setelah Shidou mengunci pintu, dia pergi ke kamarnya sendiri; tapi dia belum berganti pakaian. Ada satu hal lagi yang masih harus dia lakukan sebagai 'Sinterklas'.

“Terlihat bagus sejauh ini…”

Setelah menghabiskan beberapa waktu berkeliling tanpa melakukan apa-apa, Shidou mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sebuah lemari dan dengan tenang berjalan ke arah kamar Kotori.

Shidou memastikan Kotori benar-benar tertidur sebelum dia membuka pintunya, dan mendekati Kotori yang sedang tidur.

“Salju adalah hadiah yang luar biasa, tapi nii-chan tidak akan kalah dari siapapun.”

Shidou berkata sambil meletakkan kotak itu di samping tempat tidur adik perempuannya.

Selamat Natal, Kotori.”

Shidou berkata sambil dengan lembut membelai kepala Kotori, dan mulai kembali ke kamarnya.

"Yah ... Sepertinya pekerjaan Sinterklas di sini selesai malam ini."

Tapi.

Saat dia membuka pintu ke kamarnya sendiri, dia membeku.

Alasannya sederhana. Di dalam ruangan ada seseorang yang tidak ada di sini beberapa menit yang lalu.

Orang yang dimaksud adalah seorang gadis yang sebaya dengan Shidou. Rambut rapi sebahu, dan tubuh mungilnya dan halus adalah karakteristik utamanya.

“O-Origami…?”

Gumam Shidou, masih terpana oleh kehadirannya. Ya, dia adalah teman sekelas Shidou, Origami.

Namun, alasan utama mengapa Shidou dibekukan bukan hanya karena kehadiran Origami. Meski itu adalah fakta aneh, ada masalah yang lebih besar.

Yang menutupi Origami bukanlah pakaian apapun, melainkan hanya pita berwarna pink.

Dan entah dari mana, dia mengeluarkan kaus kaki Natal berukuran raksasa. Dia melambaikan lengannya di dalam kaus kaki untuk membuka celah, dan hendak masuk.

—Seolah-olah, dia sendirilah hadiahnya.

“…”

Melihat reaksi Shidou, Origami mulai memutar tubuhnya lebih dalam ke kaus kaki.

"Hei! Apa sih yang kamu lakukan !? ”

"Hadiah."

“Hadiah apa!?”

"Diriku."

“Apa yang kamu maksud!? Cepat keluar!!”

Shidou berteriak. Tapi, tidak ada yang bisa dia lakukan — Shidou ingin dia keluar dari kamarnya secepat mungkin, tapi menyentuhnya di mana pun benar-benar tidak boleh dilakukan sekarang.

Setelah memikirkan tentang perintah Shidou, Origami melepaskan kakinya dari kaus kaki raksasa.

Untuk sesaat, Shidou mengira dia akan menjadi gadis yang baik dan pulang… Tapi jelas itu hanyalah angan-angan. Origami membuka kaus kaki dengan gerakan cepat dan mengantongi Shidou seluruhnya.

“Muagahvugsuifaig…!?”

"Hadiah didapat."

“Mmph !! Mmmmh!?

Shidou berjuang tanpa daya dalam kegelapan yang tiba-tiba.

―Pada akhirnya, Shidou mengusulkan untuk memberinya kostum Santa yang dia kenakan. Butuh satu jam ekstra baginya untuk menerimanya.

 

*******

 

'Shidou! Shidou!'

“Mmph… Ugh…”

Pagi selanjutnya.

Yang membangunkan Shidou adalah jeritan energik dari bawah.

Sebelum dia menyadarinya, hal berikutnya yang dia dengar adalah suara langkah kaki yang bersemangat menaiki tangga, dan menggedor pintunya dengan keras.

“Shidou! Lihat! Ketika aku bangun, ada steak hamburger dan satu set alat makan yang sangat indah di atas meja!”

“Untukku, itu adalah… topi… dan…”

'Pakaian Yoshinon!'

“Dengarkan aku, Shidou! Dalam kegelapan malam, Santa berpakaian merah dan binatang mistis dengan tanduk raksasa muncul di depan Yuzuru dan mataku!"

"Heran. Sebelum Yuzuru menyadarinya, sudah ada aksesoris dan kamera di samping tempat tidur kami."

“Darling! Darling!! Ini sangat bagus! Aku sangat senang aku tidak bisa tidur lagiiiiii!

“A-Ahh, Woah…”

Tohka dengan piring raksasa, Yoshino dengan topi barunya dan Yoshinon dengan baju barunya, Kaguya dengan aksesoris peraknya dan Yuzuru dengan kameranya, Miku dengan wajah bahagia yang aneh, dan disandera di bawah lengan Miku, Natsumi yang tersipu dengan alat rias baru. Semua gadis bergegas ke kamar Shidou sekaligus. Ada juga Origami yang memakai kostum Santa besar untuknya berdiri di belakang.

“Fuaaa…”

Shidou menguap karena kurang tidur saat dia perlahan duduk. Betapapun lelahnya dia, dia tidak bisa begitu saja mengabaikan para Roh yang semuanya bersemangat dengan hadiah mereka.

“Oh, bukankah itu bagus? Kalian semua adalah gadis yang baik tahun ini, sepertinya Santa tahu semua tentang itu dan memberimu semua hadiah Natal.

Shidou berkata, dan para Roh menjawab dengan senyum senang tapi malu.

Dan, saat berikutnya, pintu terbuka dengan suara keras saat Kotori menerobos masuk dengan liontin di tangannya.

“Shidou! I-Ini…!”

“Ooh! Kamu mendapatkan hadiahmu, Kotori? Itu cukup bagus!

Tohka tersenyum saat melihat barang di tangannya.

“Eeh? Ah—"

Mungkin dia memperhatikan sesuatu; Kotori menghentikan kata-katanya di tengah kalimat, dan mengarahkan pandangannya ke arah Shidou, yang sepertinya mengucapkan, 'Terima kasih'.

"Ha ha…"

Sepertinya Kotori menerima hadiahnya dengan cukup baik. Merasakan pencapaian, Shidou meregangkan punggungnya.

Tapi.

“…? Shidou-san, apa itu?”

Yoshino tanpa sengaja melihat barang di samping tempat tidur Shidou, dan bertanya.

Eeeh?”

Shidou mengikuti pandangan Yoshino dan melihat ke atas lemari samping tempat tidurnya. Ada sebuah kotak kecil terbungkus indah bertengger di atas meja.

"Ini adalah…"

Mata Shidou bertemu dengan mata Kotori. Tidak mungkin orang lain kecuali dia melakukan hal seperti itu dan memberinya hadiah, kan?

Tapi, Kotori menggelengkan kepalanya seolah dia tidak tahu apapun tentang itu. Dia kemudian melihat Origami, Miku dan Natsumi, mereka semua bereaksi dengan cara yang persis sama.

“Serius…?

―Mungkin, mungkin saja, Sinterklas memang ada.

Shidou memegang hadiah di dekatnya saat dia melihat ke langit biru.


Komentar